MetroGlobal24.com|Jakarta – Presiden Joko Widodo menggelar rapat bersama menteri dan kepala lembaga tentang legalisasi kratom di Istana Kepresidenan Jakarta. Rapat itu digelar di tengah kontroversi kratom sebagai obat alternatif.
Dalam rapat itu, sejumlah menteri memaparkan pandangan kelembagaan tentang kratom. Ada yang menyatakan kratom aman dikonsumsi, ada pula yang mewanti-wanti soal potensi dampak kecanduan.
Ada pula menteri yang menyoroti potensi ekonomi melalui ekspor kratom. Beberapa menteri juga membahas belasan ribu masyarakat Kalimantan Barat yang menggantungkan hidupnya ke budidaya kratom.
Berikut poin-poin rapat Jokowi soal kratom di Istana Kepresidenan Jakarta pada Kamis kemarin.
Bukan narkotika
Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan kratom bukan narkotika. Dia merujuk pernyataan Kementerian Kesehatan dalam rapat tersebut.
“Dari Kemenkes bilang kratom tidak masuk kategori narkotika. Berikutnya untuk itu maka perlu diatur baik dan BRIN kita minta penelitian atas kratom ini,” kata Moeldoko dalam jumpa pers setelah rapat di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (21/6).
Moeldoko mengakui memang ada potensi kecanduan dalam mengonsumsi kratom. Namun, efek itu hanya timbul bila konsumsi dosis tinggi.
Dia pun menyebut tak ada larangan mengonsumsi kratom. Bahkan, tanaman ini sudah dikonsumsi secara tradisional oleh masyarakat Kalimantan Barat.
“Kita tunggu dari riset lanjutan kalau itu memang tak berbahaya dan dalam jumlah besar. Sama saja kopi juga kalau dalam jumlah besar bisa repot, rokok juga gitu, tembakau juga gitu,” ucap Moeldoko.
Terpisah, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin merujuk pada pendapat Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Situs resmi WHO mencantumkan laporan berjudul Pre-Review Report: Kratom (Mitragyna speciosa), mitragynine, and 7-hydroxymitragynine.
Laporan WHO tersebut menyebut kratom berpotensi memproduksi racun bila dikonsumsi dalam dosis tinggi. Namun, WHO menyebut belum ada penelitian lebih lanjut mengenai kematian akibat kratom.
Potensi ekonomi
Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan kratom saat ini masih dikategorikan tanaman hutan. Dia menyebut tanaman itu punya potensi ekonomi.
“Jumlah petani saja itu kami terima data 10 ribu, tapi tadi Pak KSP (Moeldoko) menyampaikan sudah 18 ribu petaninya. Ini kan tanaman di hutan, nanti bisa kita budidayakan, bisa kita tata,” ucap Amran.
Amran menyatakan siap membina para petani kratom bila ditugaskan Jokowi. Dia menilai memang perlu ada regulasi yang memayungi penataan industri kratom.
Dia berkata harga kratom dulu pernah mencapai 30 dolar AS, tetapi sekarang jatuh hingga 2-5 dolar AS. Dia optimistis harga kratom bisa meroket lagi bila budidaya ditata oleh pemerintah.
Mentan menambahkan bahwa pemerintah sedang mempertimbangkan untuk mengatur kratom di bawah naungan Kementerian Pertanian dengan membentuk korporasi. Melalui korporasi tersebut, diharapkan kualitas dan kontinuitas produksi kratom dapat terpenuhi sebagai syarat utama untuk meningkatkan ekspor dan kesejahteraan petani.
“Kalau ada koperasi yang mengelola ini kita korporasikan sehingga kualitasnya terjamin, kuantitasnya terjamin, karena itu syarat untuk ekspor. Kalau kualitasnya terjamin, pasti otomatis meningkatkan kesejahteraan petani kita,” ujar Amran.
Jokowi minta riset ulang
Para menteri mengungkap pendapat berbeda-beda tentang kratom di rapat itu. Untuk menengahi, Jokowi memutuskan untuk kembali menggelar riset mengenai kratom.
“Tadi arahan Presiden, pertama, supaya Kemenkes, BRIN, dan BPOM lanjutkan riset sesungguhnya yang aman seberapa bagi masyarakat,” ungkap Moeldoko.
Riset ditargetkan rampung pada Agustus mendatang. Jokowi menekankan penelitian pada unsur kemanfaatan kratom untuk masyarakat.
Badan Pengelola Obat dan Makanan (BPOM) telah berkomunikasi dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengenai riset kratom. Hingga saat ini, riset sudah memasuki tahap uji pada hewan.
“Ujinya baru sampai in vivo pada hewan,” kata Plt. Kepala BPOM Lucia Rizka Andalusia.
Rizka menjelaskan pengujian kratom saat ini masuk tahap uji preklinis. Setelah ini, kratom akan dibawa ke uji klinis.
BPOM ikut dalam setiap tahap penelitian yang dilakukan BRIN terhadap kratom. Mereka fokus mengawal standar pengujian.
“Kalau setiap tahapan, kita melihat apakah protokolnya sudah sesuai apa belum, sudah bisa membuktikan apa yang diharapkan apa tidak,” ucapnya. (Mg)